Huize Djogokerten, dari Selumbari sampai Kiwari

Sebenarnya ini cuma hasil dari perbuatan iseng saya, yang diawali pada Agustus 2019 ketika bersepeda santai sore hari di kawasan Kotabaru, Yogyakarta. Tiba-tiba saya tertarik pada rumah lawas – tapi kondisinya masih relatif bagus – yang ada tulisan di bagian depannya: Huize Djogokerten.

Masuklah saya ke halaman rumah itu. Saya lihat beberapa orang sedang berada di situ dan saya pun menyapa salah satunya. Pertanyaan saya tentang ini rumah siapa dan hendak dijadikan apa tidak terjawab. Orang-orang itu ternyata adalah pekerja yang katanya akan merenovasi. Setelah minta izin memotret, saya langsung meneruskan nggowes.

Namanya juga penasaran, saya lalu browsing di internet dengan menuliskan “huize djogokerten yogyakarta” di mesin pencari. Salah satu informasi, seperti yang terpajang di sini, saya dapatkan dari Digital Collections milik Perpustakaan Universitas Leiden, Belanda. Selain terdapat kepsyen foto, ada keterangan tentang pembuatan/penerbitan foto tersebut; itu pun tak begitu jelas, cuma ditulis sekitar 1925-1932.

Pada tahun-tahun itu kita tahu bahwa negeri kita masih di bawah pemerintah kolonial Belanda. Di kepsyen foto berbahasa Belanda itu tertulis “Europese vrouwen” (wanita-wanita Eropa), yang mungkin saja pemilik rumah. Benar nggaknya ya tak tahulah, cuma itu keterangan yang saya peroleh.

Karena masih penasaran, saya coba menuliskan “jogokerten” di mesin pencari. Yang muncul adalah nama sebuah padukuhan, yakni Jogokerten, Desa Trimulyo, Kecamatan Sleman, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Nah, lagi-lagi saya tidak tahu apakah padukuhan itu ada hubungannya dengan Huize Djogokerten. Ya wis lah…

Pada sore hari di tahun berikutnya, sekitar akhir Oktober 2020, saya kembali bersepeda tipis-tipis dan sengaja lewat di depan rumah yang sama. Bagian depan pagar bangunan tertutup rapat sehingga bangunan tak terlihat dari jalan, yang biasanya ini menandakan sedang ada pekerjaan pembangunan/renovasi di dalamnya.

Dari stiker IMB Pemerintah Kota Yogyakarta yang tertempel di penutup itu, saya membaca bahwa “fungsi bangunan” adalah rumah tinggal. Nama pemiliknya juga tertera. Jadi, bangunan ini adalah milik perorangan.

Dua tahun lalu itu saya cuma penasaran, hendak dijadikan apa rumah itu, dan apakah akan berubah bentuk bangunannya setelah renovasi. Saya sama sekali tidak memikirkan itu sampai kemarin sore (26/10/2022) saat saya melintas di kawasan Kotabaru, dan ingat Huize Djogokerten.

Iseng-iseng saya menengoknya lagi. Aahh… tampilannya baru, tapi bentuk bangunan lawasnya masih dipertahankan. Saya langsung memotretnya. Suasana rumah tampak sepi, pagar terkunci, dan tak ada orang yang bisa saya temui untuk ditanyai. Usai motret, saya pun berlalu.

Kalau dipikir-pikir, keisengan yang saya lakukan ini ternyata menyenangkan. Pastilah ini untuk diri saya pribadi. Bersepeda santai, berbekal kamera ponsel, saya bisa dengan mudah memotret apa saja yang saya suka.

Kegiatan memotret ini, bagi saya, setidaknya menjadi pengingat ke mana saja klayapan saya, selain juga untuk mendokumentasikan hal-hal yang saya temui. Seperti halnya Huize Djogokerten ini, yang secara tak sengaja akhirnya terlacak dari kondisinya di zaman dulu hingga masa kini.

Dari sekitar tahun 1925 sampai 2022, wuuiihh… hampir satu abad loh, dan bangunan tersebut masih terawat. Tentu senang dan gembiralah walaupun saya cuma menyaksikannya, bukan memilikinya… hahaha.

2 responses to “Huize Djogokerten, dari Selumbari sampai Kiwari”

  1. Elok temenan Njenengan.
    Judulnya, oleh Lik Jun Trail akan dibilang pakai kata arkais 😇

    Like

Leave a comment